WELCOME TO MY BLOG "VieShanty-Sunshinendrw"

Selamat Datang di Blog"VieShanty-Sunshinendrw"
mudah-mudahan blog ini berguna dan bermanfaat
mohon komentar dan kritik yang membangun untuk perbaikan blog ini....

Selasa, 19 Januari 2010

ANALISIS FREKUENSI GEMPABUMI SUSULAN DENGAN METODE MOGI (Studi Kasus Gempa Ulaweng 08 April 1997 dan Pinrang 28 september 1997 Sulawesi selatan)

ABSTRAK
Analisis Frekuensi Gempa Susulan dengan Metode Mogi (Studi Kasus Gempa Ulaweng dan Pinrang.
Wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya merupakan daerah yang rentan terhadap bencana gempabumi , karena propinsi ini dilalaui patahan Palu Koro , Patahan Saddang, dan pemekaran selat Makassar dan selat Bone.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi gempabumi susulan gempabumi Ulaweng dan Pinrang dan untuk menegtetahui tipe gempabumi tersebut menurut Mogi .Dengan metode ini ternyata untuk gempa Ulaweng dan Pinrang mempunyai tipe gempa sama tanpa adanya gempa pendahuluan .
Sedangkan untuk perhitungan gempabumi Ulaweng cenderung ke Mogi 2 yaitu lebih besar 100 hari peluruhannya sekitar pada hari ke 209 hari setelah gempa bumi utama frekuensi gempa bumi susulan =1 , dan untuk perhitungan gempabumi Pinrang cenderung ke Mogi 1 yaitu kurang dari 100 hari peluruhannya sekitar pada hari ke 53 hari setelah gempa bumi utama frekuensi gempa bumi susulan =1

PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tingkat kegempaan yang tinggi, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik benua, yaitu: Lempeng Asia bergerak dari utara ke selatan tenggara, lempeng Samudera Hindia Australia bergerak dari selatan menuju utara dan lempeng Pasifik yang bergerak dari timur ke barat. Akibat dari gerakan ketiga lempeng ini menimbulkan unsur-unsur tektonik lainnya seperti sesar, patahan lokal, lipatan, tanah turun dan sebagainya. Kondisi ini menjadikan wilayah Indonesia sebagi daerah tektonik aktif dengan tingkat seismisitas atau kegempaan yang tinggi. Salah satunya termasuk di daerah Sulawesi Selatan.
Wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya merupakan daerah yang rentan terhadap bencana alam gempabumi karena wilayah ini dilalui patahan Palu Koro yang memanjang dari Palu kearah Selatan Tenggara melalui Sulawesi Selatan bagian utara menuju keselatan Kabupaten Bone sampai di laut Banda, patahan Saddang mulai dari Mamuju memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian Tengah, Sulawesi Selatan bagian Selatan, Bulukumba menuju Pulau Selayar bagian Timur.Yang mana kedua juga di himpit oleh adanya pemekaran samudra di selat Makassar dan Selat Bone.
Dari adanya sesar – sesar dan pemekaran selat Makassar dan selat Bone di Sulawesi Selatan pernah terjadi gempabumi besar yang merusak diantaranya :
1.Gempa Bulukumba tanggal 29 Desember 1828, dengan intensitas VIII – IX MMI
2.Gempa Tinambung Tanggal 11 April 1967 jam 13 09 11.00 WITA , Epicenter : 3,3747 LS – 119,115 BT, Depth: 33 Km Magnitudo: 5,3 SR .
3.Gempa Majene Tanggal 23 Februari 1969, jam 08 36 56,6 WITA Epicenter: 3,118 LS – 118,8711 BT, Depth: 13 Km. Magnitudo: 6,9 SR .
4.Gempa Mamuju Tanggal 6 September 1972 jam 16 00 25,3 WITA Epicenter: 2,4697 LS – 119,1239 BT, Depth: 36 Km. Magnitudo: 5,8 SR .
5.Gempa Mamuju Tanggal 8 Januari 1984 jam 23 24 13,5 WITA Epicenter: 2,8228 LS – 118,8061 BT Depth: 33 Km Magnitudo: 6,6 SR.
6.Gempa Ulaweng Tanggal 8 April 1993 Jam 20 49 28,7 WITA Epicenter: 4,4089 LS – 120,1239 BT Depth: 31 Km, Magnitudo: 5,3 SR.
7.Gempa Pinrang Tanggal 28 September 1997 Jam: 09 38 28,8 WITA Epicenter: 03,9 LS – 119,7 BT Depth: 33 Km Magnitudo: 6 SR .
Setiap gempabumi akan berulang kembali pada daerah yang sama. Seperti halnya untuk gempabumi Ulaweng dan Pinrang. Dengan alasan tersebut penulis penulis menuangkan dalam bentuk tulisan dengan judul ” Analisis Frekwensi Gempabumi Susulan dengan Metode Mogi (studi Kasus Gempabumi Ulaweng tanggal 08 April 1993 dan Gempabumi pinrang tanggal 28 september 1997 )”.

I. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1.Bagaimana aktivitas gempabumi susulan untuk gempabumi Ulaweng dan Pinrang berdasarkan metode Mogi I ( Studi Kasus Gempa Ulaweng 8 April 1993 dan Pinrang 28 September 1997 )?.
2.Bagaimana tipe gempabumi susulan dari gempa Ulaweng dan Pinrang?.
I. 3. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1.Mengetahui frekuensi gempabumi susulan ( Gempabumi Ulaweng tanggal 8 April 1993 dan Pinrang tanggal 28 September 1997 berdasarkan Metode Mogi )
2.Mengetahui tipe gempabumi tersebut menurut Mogi.
I. 4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini nantinya adalah:
1.Sebagai acuan memprediksi berakhirnya gempabumi susulan yang terjadi di daerah Ulaweng, gempabumi Pinrang di masa datang.
2.Menangkal isu-isu yang tidak bertanggung jawab yang akan memperkeruh keadaan.

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kondisi Seismo Tektonik Sulawesi Selatan.

Kondisi seismotektonik sangat mempengaruhi aktifitas kegempaan dan berpengaruh besar terhadap intensitas gempabumi yang dirasakan di daerah Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Menurut peta seismotektonik dari W. Hamilton (1979) di Sulawesi Selatan terdapat beberapa sesar atau patahan yang mengakibatkan aktifitas gempabumi di daerah ini, Patahan-patahan tersebut adalah :
1.Patahan Palukoro : Sesar ini memanjang dengan arah utara – selatan melewati kota Palu ke arah Selatan Tenggara melalui Sulawesi Selatan bagian Utara menuju ke selatan Bone sampai di laut Banda. Daerah –daerah yang cukup rawan akibat aktivitas sesar ini adalah Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Donggala bagian barat, serta seluruh kota Palu.
2.Patahan Saddang : memanjang dari pesisir pantai Mamuju memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian tengah, Sulawesi Selatan bagian selatan, Bulukumba menuju ke Pulau Selayar bagian Timur.
Keaktifan sesar Saddang dipengaruhi karena adanya pengaruh aktifitas tektonik lain di wilayah Sulawesi Selatan diantaranya :
a.Pemekaran dasar laut di sekitar selat Makassar bergerak kearah timur menekan sesar Saddang.
b.Adanya penyusupan (subduksi) skala lokal di seketar danau Tempe dan Sidenreng ( sebelah timur Saddang Fault ) yang menyusup ke arah Tenggara sampai Timur.
c.Pemekaran dasar laut di teluk Bone bergerak ke arah barat menekan sesar Saddang. Dari uraian peristiwa tektonik diatas dapatlah dikatakan bahwa zona sesar Saddang merupakan Zona tertekan (Depresi) dengan demikian ada kecenderungan bahwa daerah di sekitar sesar Saddang aktifitas seismiknya akan meningkat.
3.Pemekaran-pemekaran : Pemekaran selat Makassar dan Pemekaran selat Bone.
4.Sesar Matano : Sesar ini memanjang dari bagian tengah pulau Sulawesi ( sekitar batas Kabupateb Poso sampai Kabupaten Donggala ) hingga perairan teluk Tolo sampai teluk Banda. Sesar ini melewati kabupaten Poso bagian selatan dan kabupaten Morowali bagian selatan. Ada indikasi bahwa aktivitas sesar ini lebih besar dibanding aktivitas sesar Palu-Koro.
5.Beberapa anak patahan baik yang berada di darat maupun di laut.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada peta yang ada pada gambar 2.1 berikut.



Gambar 2.1.Sketsa jenis patahan lempeng tektonik ( W.Hamilton i,1979))


II.2. Kondisi Geologi Sulawesi Selatan
Jenis batuan yang ada di daerah Sulawesi selatan bagian selatan sangatlah beragam dari peta geologi Sulawesi Selatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral RI memperlihatkan bahwa sebagian besar memiliki batuan yang relatif cukup kuat yaitu kombinasi batuan gunung api ( Volcanic Rock ) dan batuan terobosan ( Intruve Rock ), formasi ini berada di daerah Sulawesi Selatan bagian Utara dan bagian Selatan, sementara batuan sedimen yaitu batuan alluvium dan endapan pantai berada pada daerah Polewali, Pinrang Rappang, Sengkang sampai Watanpone selain itu juga berada pada pesisir Barru sampai dengan Takalar dan daerah sekitar Palopo.
Sementara itu di Sulawesi Selatan bagian Timur ( Malili, Soroako dan sekitarnya ) kondisi batuannya adalah batuan basic rock dan ultra basic (Ultrabasa) . Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari peta geologi Sulawesi Selatan secara garis besar seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2.Peta Geologi Sulawesi, (J.A.Katili)






II. 3. Efek Struktur Batuan Terhadap Penjalaran Energi.
Gempabumi adalah peristiwa pelepasan sejumlah energi pada batuan kerak bumi, salah satu bentuk energi tersebut adalah energi gelombang yang disebut dengan gelombang seismik, gelombang seismik tersebut dipancarkan dari sumbernya dan menjalar ke segala arah ( spheris ) melewati lapisan-lapisan bumi yang terdiri dari bermacam-macam formasi geologi. Penjalaran ini dipancarkan ke segala arah dengan energi yang sama, tetapi pada saat melewati formasi batuan yang berbeda akan menimbulkan efek yang berbeda pada batuan tersebut, tergantung dari rigiditas / kekerasan batuan. Apabila energi gelombang seismic melewati struktur yang lebih padat maka efek energi itu akan diredam sehingga batuan-batuan tersebut akan mengalami efek yang lebih kecil dari efek yang seharusnya dirasakan apabila formasinya sama dengan formasi geologi asal sumber energi. Apabila energi gelombang melewati formasi geologi yang lebih lunak maka efeknya akan lebih besar daripada efek yang seharusnya dirasakan. Seperti struktur aluvial dimana struktur batuan ini bisa sangat berbahaya terhadap getaran karena dapat memperbesar amplitudo getaran akibat amplifikasi. Pelemahan dari seismik wave ini berkaitan erat dengan sifat elastisitas dari bumi/media dan sifat gelombang itu sendiri, tentu bumi bukan medium yang ideal dan ”perfectly elastic” dan bahwa propagasi gelombang akan teratenuasi dengan fungsi waktu / jarak karena energi yang hilang.
Beberapa hal yang mempengaruhi attenuation adalah:
1.Kecepatan rambat gelombang dalam suatu media
2.Kontrast antar kecepatan media yang dilewati,saat merambat dari medium satu ke yang lain; Snells law
3.Frekwensi gelombang dll.
Ada satu istilah yang disebut dengan intrinsic attenuation atau yang lebih dikenal dengan Q parameter yaitu suatu ukuran besar energi yang hilang ( loss energi ) dikarenakan suatu proses nonelastik, semakin besar nilai Q, berarti semakin lemah attenuation bila Q mendekati nol berarti attenuation akan sangat kuat, Q untuk p wave akan lebih besar dari Q untuk S wave, Q akan menguat dengan menguatnya kecepatan/densitas batuan. Pengaruh efek penjalaran energi ini tentu sangat penting mengingat kondisi geologi Sulsel yang beragam sehingga dapat diambil pertimbangan untuk mengetahui penyebab intensitas yang berbeda pada berbagai tempat. Peristiwa penjalaran energi gempa ini juga bisa menimbulkan peristiwa-peristiwa alam yang lain seperti peristiwa liquifaction yaitu keluarnya Lumpur dari rekahan – rekahan tanah, hal ini terjadi karena mencairnya lapisan subsurface yang biasanya berstruktur pasir, lapisan pasir yang terletak dibawah permukaan akibat energi getaran gempa akan mencair atau berubah manjadi lumpur sehingga lapisan permukaan yang lebih solid akan turun yang menyebabkan terjadinya pecahan-pecahan, sehingga Lumpur akan keluar lewat rekahan tersebut, Peristiwa ini banyak terjadi di tanah pesisir, dan kondisi lapisan tanah seperti ini juga sangat mebahayakan terhadap bangunan yang ada diatasnya.
II. 4. Mekanisme Gempa Susulan
Gempabumi susulan adalah gempabumi yang timbul setelah terjadinya gempabumi utama. Hal ini disebabkan saat gempabumi utama, energi yang dikeluarkannya belum semuanya dilepaskan, sehingga pelepasan energi yang tersisa inilah gempabumi susulan (Kiyoo Mogi 1966) Gempa susulan (Mogi) mempunyai tipe – tipe sebagai berikut:
1.Tipe pertama yaitu terjadi gempabumi utama tanpa gempa pendahuluan, tetapi selalu diikuti oleh gempabumi susulan, yang terbanyak ini adalah gempabumi tektonik.
2.Tipe kedua secara prinsip gempabumi bahwa gempabumi pendahuluan terjadi terlebih dahulu,kemudian terjadi gempabumi utama,dan disertai oleh gempa - gempabumi susulan yang cukup banyak.
3.Tipe ketiga gempabumi swarm dimanan jumlah dan besarnya gempabumi tersebut lambat laun bertambah sesuai dengan waktu dan berkurang sesudah beberapa lama. Hal ini tidak berpengaruh terhadap prinsip gempabumi didalam tipe swarm .
Dari segi waktu kejadian dan besarnya energi yang dipancarkan oleh gempa susulan bervariasi kejadian berkisar antara beberapa hari sampai dua minggu bahkan
bisa mencapai beberapa bulan atau beberapa tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain kekuatan sumber gempa utama, sifat fisik, kerapuhan, umur batuan, dan lain sebagainya (Kiyoo Mogi, 1966).
Dari penjelasan type gempabumi diatas dapat di gambarkan sebagai berikut :
Jumlah Gempa Per hari



Gambar 2.3 Grafik tipe gempa susulan
Sumber : Pembahasan Gempabumi Susulan di Daerah Yokyakarta dan sekitarnya(Sulaiman,Rasyidi 2006)

Pada dasarnya gempabumi yang mempunyai frekwensi terbanyak adalah gempabumi-gempabumi susulan. Gempabumi susulan yang dirasakan secara umum dinyatakan sebagai patahan lokal dari permukaan bumi. Dalam model lain bahwa gempabumi susulan tidak selalu terjadi pada patahan yang sama, dan biasanya terjadi di dalam daerah patahan yang luas mengelilingi gempabumi utama. Hal ini serentak dengan terjadinya pada daerah patahan diantaranya fokus (Masajiro Imoto).
Karena banyak sekali tegangan sisa yang umumnya tertinggal di dalam dan disekitar daerah patahan tersebut dan juga tegangan konsentrasi yang tinggi disekitarnya maka akan terjadi bentukan retak-retakan dan patahan - patahan. Ada beberapa bentuk patahan – patahan diantaranyan:
1.Gerakan sejajar jurus sesar, disebut sesar mendatar atau strike slip fault. Stress yang terbesar adalah stress horisontal dan stress vertikal kecil sekali.
2.Sesar relatif ke bawah terhadap blok dasar, disebut sesar turun / sesar normal atau gravity fault.
3.Gerakan relatif ke atas terhadap blok dasar, disebut sesar naik atau thrust fault / reverse fault.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada peta yang ada pada gambar 2.4 berikut.


Gambar2.4. Gerakan dasar dari sesar: sesar mendatar, sesar turun, dan sesar naik.


Gempabumi susulan disebabkan oleh pergerakaan patahan yang sama yang ditimbulkan oleh gempabumi utama. Mekanisme gempabumi susulan ini tampak menunjukkan sifat berikut ini:
1.Gempabumi susulan terjadi terutama pada daerah-daerah yang terangkat naik pada waktu timbulnya gempabumi utama. Daerah ini bersesuaian pada daerah patahan karena volume daerah ini bertambah akibat suatu proses patahan.
2.Gempabumi susulan terjadi pada daerah yang luas, sering terjadi pada satu sisi efisenter atau patahan,disekitar sekeliling gempabumi utama. Distribusi yang serupa dari model patahan yang di kemukakan oleh Mogi di dalam laboratorium. Sedangkan distribusi yang tidak serupa dari model patahan sebagai akibat pada struktur sifat patahan yang peka.
3.Gempabumi susulan jarang terjadi pada daerah-daerah yang dalam. Mekanisme gempa susulan ini dari kerak bumi yang bebas permukaan adalah pengaruh utama pada kelanjutan dari suatu kerapatan daerah patahan karena itu gempabumi susulan pada daerah-daerah dalam tidak diharapkan terjadi. Bertambah regangan yang disebabkan oleh tekanan tinggi, suhu tinggi dan juga regangan ulang yang terjadi berlanjut dari suatu daerah patahan (Matuzuwa,1954 dan Mogi 1962).
4.Konstanta b dalam hubungan magnitude frekuensi dari gempabumi susulan lebih besar dari pada gempabumi lainya, kecuali gempabumi pendahuluan ( Mogi 1962 dan Sujehiro 1964). Nilai b yang besar menunjukkan keadaan patahan dari pada daerah-daerah gempabumi susulan. Jadi fenomena gempabumi susulan tampak menjelaskan sebagai bagian fundamental dari suatu patahan pada lapisan bumi.
Dalam kenyataan dilapangan gempabumi pendahuluan sulit untuk dikenali dan kadang sulit membedakan antara gempabumi pendahuluan dengan gempa-gempa kecil (micro earthquake) atau aktifitas kegempaan harian. Seperti halnya peristiwa kejadian gempabumi belum ada suatu negara maju dibidang seismologi dan berhasil dengan baik membuat ramalan tentang kapan (waktu) terjadinya gempabumi, maupun gempa susulan. Tetapi berdasarkan Teori Mogi ini, gempa susulan dapat dipastikan terjadi dengan kekuatan lebih kecil dari gempa utamanya, namun tetap saja belum dapat diramalkan kapan secara pasti terjadi.
Bahaya dari gempa yang terjadi yaitu bahaya yang di akibatkan oleh getaran gempa itu sendiri. Pada umumnya tanah yang lunak akan mengalami getaran yang lebih kuat dari tanah padat, pada tanah pasir pada gelombang gempa tertentu ada kalanya terjadi proses “pencairan” (liquifaction). Sehingga tanah dasar menjadi lunak sama sekali. Bangunan yang di atasnya dapat tenggelam. Bahaya lainnya yaitu terjadi karena tanah longsor, keluarnya gas-gas dari dalam tanah melalui rekahan-rekahan yang terjadi, gelombang laut (tsunami), kebakaran akibat konsleting listrik atau pecahnya pipa gas, banjir akibat bobolnya tanggul sungai atau bendungan, luapan air danau karena guncangan gempa.
Dalam banyak hal, gempabumi susulan dapat juga menambah kerusakan atau merobohkan suatu bangunan. Setelah terjadinya suatu gempabumi kuat biasanya akan diikuti oleh gempabumi-gempabumi susulan yang pada umumnya baik kekerapan maupun kekuatannya makin lama makin berkurang. Dan gempabumi-gempabumi susulan ini dapat dirasakan selama 3 bulan atau kadang-kadang sampai 6 bulan setelah terjadinya gempabumi utama (main shock).

II. 5 . Hubungan Frekuensi Gempabumi susulan dengan waktu
Proses terjadinya patahan yang sifatnya tergantung pada tingkat tegangan, dan juga kurva frekuensi dari gempabumi elastis yang disertai patahan-patahan lokal dibawah tegangan konstan yang diperkirakan, merupakan suatu fungsi exponensial. Sesuai dengan percobaan laboratorium (Mogi, 1962) kurva frekuensi gempabumi elastis dibawah beban konstan dinyatakan dengan fungsi exponensial. Karena itu jika tegangan pada daerah gempabumi susulan adalah konstan, maka merupakan kurva frekuensi exponensial yang diharapkan (Rasyidi Sulaiman, 2006).









Gambar 2.5 Hubungan antar teganagn terpakai dan kurva frekwensi gempa.
Sumber : Pembahasan Gempabumi Susulan di Daerah Yokyakarta dan sekitarnya(Sulaiman,Rasyidi 2006)





Menurut Mogi I (1962) bahwa tingkat aktivitas gempabumi susulan ( t ≤100 hari), dalam hubungan antara frekuensi gempabumi terhadap waktu adalah:
N(t) = .........................................................................................(2.1)
Dimana :
N(t) =frekwensi dari gempabumi susulan pada selang waktu tertentu
t = Waktu sesudah gempabumi utama terjadi
a,b = keduanya merupakan konstanta
[ a = tingkat seismisitas daerah yang diteliti, a~f (t) dan b = parameter seismo tektonik (Mogi – Miyamura)]
Tingkat frekuensi yang menurun didalam gempabumi susulan berurutan.Ternyata nilai b dari persamaan (2.1) menunjukkan tingkat penurunan frekuensi dari gempabumi susulan .Hal ini tergantung pada kenyataan bahwa tegangan sisa pada daerah gempabumi susulan berkurang cepat dalam daerah yang bersuhu tinggi karena akibat suatu aliran batuan ( rock – flow) .
Sedangkan metode Mogi II (1962) menyatakan bahwa tinggat aktifitas gempabumi susulan (t 100 hari) dalam hubungan antara frekuensi gempabumi terhadap waktu adalah sebagai berikut:
N(t) = ..........................................................................(2.2)



Dimana:
N(t) = frekuensi dari gempabumi susulan pada selang waktu tertentu.
t = waktu sesudah gempa utama terjadi
-b, t = keduanya merupakan konstanta.
Tingkat frekuensi yang menurun didalam gempabumi susulan berurutan. Ternyata nilai b dari persamaan (1) menunjukkan tingkat penurunan frekuensi dari gempabumi susulan. Hal ini tergantung pada kenyataan bahwa tegangan sisa pada daerah gempabumi susulan berkurang cepat dalam daerah yang bersuhu tinggi karena akibat suatu aliran batuan ( rock-flow ).

METODE PENELITIAN
III.1 Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian adalah Daerah Sulawesi Selatan dan Sekitarnya yang mendapatkan pengaruh gempabumi tektonik merusak yang terjadi pada daerah Ulaweng tanggal 8 April 1993 dengan epicenter 4.4° LS, 120.13°BT, kedalaman 33 Km, Magnitude 5.5 SR, dan Gempabumi Pinrang yang yang tejadi pada tanggal 28 september 1997 dengan epicenter 03,9 LS – 119.7 BT kedalaman 33 Km , magnitude : 5.3 SR.

Gambar 3.1 Epicenter Gempabumi Ulaweng dan Pinrang
Sumber : Enkarta



III.2. Alat dan data Penelitian

III.2.A Alat Penelitian

1.Perangkat keras
a.Satu unit komputer Intel Pentium IV
b.Printer Laser Jet 1020
c.Flashdisk 1 GB
2. Perangkat Lunak
a.Microsoft Office Excel 2003
Untuk mengolah data – data Gempabumi susulan
b.Microsoft Office Word 2003
Untuk pengetikan
III.2.B Data Penelitian

Data yang digunakan dalam perhitungan frekuensi gempabumi susulan terhadap waktu adalah jumlah data gempa – gempa susulan yang terjadi setelah terjadi setelah gempabumi Ulaweng, dan gempabumi Pinrang berdasarkan rekaman data gempabumi dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar, dengan Software Hypo MH 7.

III.3 Pengolahan Data

Diagram Alur Pengolahan data



















Data frekuensi gempabumi susulan gempabumi Ulaweng, dan Pinrang dihitung setelah terjadinya gempabumi utama. Kemudian untuk mendapatkan nilai konstanta dari persamaan metode Mogi I pada hubungan antara frekuensi gempabumi susulan terhadap waktu biasanya ditentukan metode kuadrat terkecil. Hubungan antara frekuensi dan waktu dari metoda diatas tadi dapat dianggap sebagai suatu hubungan linier. Jika disusun pengamatan banyaknya frekuensi gempabumi susulan yang menurun terhadap waktu,maka konstanta-konstanta dan koefisien korelasi dari persamaan regresi linier missal persamaan liniernya:
Y = A + BX ……………………………………………………………..( 3.1 )
Maka nilai konstanta A dan B dapat di peroleh ,Yaitu;

B= ……………………… ………………(3.2)


A= ………………………………………………( 3.3)

R= ………………...(3.4)
Dimana:
n = banyaknya data
= jumlah data y berjalan dari I = 1,2,3…
r = koefisien korelasi -1≤ r ≤1
Bila nilai mendekati -1,hubungan variable adalah negative sangat kuat
Bila nilai y dan x mendekati 1, hubungan variable y dan x positif sangat kuat
Bila nilai r mendekati nol, tidak ada hubungan variable y dan x artinya tidak ada hubungan diantra waktu (t) dan Frekuensi gempa susulan n(t)
Setelah di dapat konstanta A , B dan R kemudian konstanta-kostanta tersebut dimasukkan ke persamaan metode Mogi I yaitu:
………………………………………………………(3.5)

Dimana :
Y = Logn(t)
A = Log a
B = b
X = Log t
Peluruhan
Sehingga didapat hari ke berapa gempabumi akan berakhir setelah gempabumi utama pada tanggal 08 April 1993 dan 28 September 1997 di wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Dari hasil pengelompokan dan pengolahan data yang diambil dari kantor Badan meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar dan Stasiun Geofisika Gowa maka dapat kita buatkan tabel gempa Ulaweng sebagi berikut:
IV.1.A. Tabel Distribusi Gempabumi Ulaweng 08 April 1993 :

waktu (hari) Jumlah gempa susulan

Berikut penjelasan dari penurunan distribusi frekuensi harian gempabumi susulan : pada hari pertama tanggal 08 April ada 33 kali,hari kedua 09 April ada 53 kali, hari ketiga 10 April ada 25 kali, hari keempat 11 April ada 25 kali, hari kelima 12 April ada 35 kali, hari keenam 13 April ada 17 kali, hari ketujuh 14 April ada 24 kali, hari kedelapan 15 April ada 10 kali, hari kesembilan 16 April ada 10 kali, hari kesepuluh 17 April ada 8 kali, hari kesebelas 18 April ada 6 kali, dan pada hari keduabelas 19 April ada 8 kali gempa susulan.
IV.1 . B. Grafik Distribusi Gempabumi Ulaweng 08 April 1993





IV.1. C. Tabel Perhitungan Dari Rumus Persamaan Linier metoda Mogi 1
untuk gempabumi Ulaweng 08 April 1993 sebagai berikut:
t waktu (hari) Jumlah gempa susulan n (t) X Y X ² Y ² XY
log t log n(t) (log t)² (log n (t) )² log t * log n(t)
1 33 0 1.51851394 0 2.305884586 0

Jumlah 8.680336964 14.77772926 7.464290294 46.24400507 9.776217109

Dari persamaan regresi linearnya di dapat nilai–nilai konstanta sebagai berikut ini :
A = 1.788932309
B = -0.77064502
R = -0.125053608
Mogi-1 : log n(t) = log a + b log t ……………………………………(4.1)

Y = logn(t), A = loga, B = b, X = logt

B = -0.77064502

B = b -0.77064502
A = 1.788932309
A = log a

a = 10 1.788932309 = 61.50809962

n(t) = a x t

= 61.50809962 x t -0.77064502

Peluruhan frekwensi gempanya n(t) = 1, maka


1 = 61.50809962 x t -0.77064502…………………………………(4.2)


Kemudian kita lihat kembali persamaan (4.1) bahwa :

log n(t) = log a + b log t


log 1 = log 61.50809962 +{ ( -0.77064502 ) log t}

log 1 - log 61.50809962 = ( -0.77064502 ) log t

0 - 1.788932309 = ( -0.77064502 ) log t

log t = 2.32134415
t = 10 2.32134415 = 209.5772562 hari

t = 209 hari

Metoda Mogi-2 (1962) :
n(t) = 1.788932309 * t -0.77064502
Bila n(t) = 1 maka diperoleh t = 209 hari.
Jadi pada hari ke 209 setelah gempabumi utama, maka frekuensi gempa susulan = 1 (umumnya untuk : t >100 hari).
IV.2.A Tabel Gempabumi Pinrang :

waktu (hari) Jumlah gempa susulan

Berikut penjelasan dari penurunan frekuensi harian gempabumi susulan : Pada hari pertama tanggal 28 September ada 348 kali, hari kedua 29 September ada 97 kali, hari ketiga 30 September ada 51 kali, hari keempat 01 Oktober ada 54 kali, hari kelima 02 Oktober ada 34 kali,hari keenma 03 Oktober ada 18 kali, hari ketujuh 04 Oktober ada 20 kali, hari kedelapan 05 Oktober ada 12 kali, hari kesembilan 06 Oktober ada 25 kali, hari kesepuluh 07 Oktober ada 12 kali, hari kesebelas 08 Oktober ada 21 kali, dan pada hari keduabelas 09 Oktober ada 03 kali gempa susulan.

IV.2 . B. Grafik Gempa SusulanPinrang








IV.2 .C. Tabel Perhitungan Dari Rumus Persamaan Linier metoda Mogi 1
untuk gempabumi Pinrang sebagai berikut:
t waktu (hari) Jumlah gempa susulan n (t) X Y X ² Y ² XY
log t log n(t) (log t)² (log n (t) )² log t * log n(t)
1 348 0 2.541579244 0 6.459625053 0

12 3 1.079181246 1.556302501 1.164632162 2.422077474 1.679532472

Jumlah 8.680336964 26.09207635 7.464290294 57.42568844 18.34644139

Dari persamaan regresi linear di dapat nilai–nilai konstanta sebagai berikut ini :
A = 2.496305663
B = -1.445096962
R = -0.234497835

Mogi-1 : log n(t) = log a + b log t

Y = logn(t), A = loga, B = b, X = logt
B = -1.445096962

B = b -1.445096962

A = 2.496305663
A = log a

a = 10 2.496305663 = 313.5491754

n(t) = a x t

= 313.5491754 x t -1.445096962

Peluruhan frekwensi gempanya n(t) = 1, maka

1 = 313.5491754 x t -1.445096962

log 1 – log 313.5491754 = -1.445096962 log t

0 - 2.49305663 = -1.445096962 log t

log t = 1.727431258

t = 10 1.727431258 = 53.38647645 hari

t = 53 hari

Metoda Mogi-1 (1962) :
n(t) = 2.504239872 * t -1.152674404
Bila n(t) = 1 maka diperoleh t = 53 hari.
Jadi pada hari ke 53 setelah gempabumi utama, maka frekuensi gempa susulan = 1 (umumnya untuk : t < 100 hari).

IV.2Pembahasan
Dari data tabulasi distribusi gempabumi susulan di atas gempabumi Ulaweng setelah terjadinya gempabumi utama dihari pertama menunjukkan distribusi gempabuminya lebih besar dibanding hari kedua ini dikarenakan mulai terjadinya gempabumi Ulaweng itu terjadi pada siang hari yaitu pada jam 12 49 26.0 untuk waktu Gmt (Greenwich) atau 20 49 26.0 wita malam jadi sudah dalam pertengahan hari / pertengahan waktu untuk Gmt (Greenwich) dan untuk daerah Sulawesi Selatan sudah memasuki ¾ waktu . Dengan demikian perbedan – perbedaan tersdibusi gempabumi susulan tersebut sangat jauh dibandingkan dengan gempabumi di hari yang kedua. Sedangkan untuk gempabumi Pinrang distribusi gempa susulan menunjukkan penurunan yang sangat siknifikan dikarenakan gempabumi Pinrang terjadi pada di dini hari untuk Greenwich (Gmt) yaitu pada jam 01 38 28.0 Gmt (Greenwich), atau 09 38 28.0 wita pagi hari untuk daerah Sulawesi Selatan dan sekitarnya.
Sedangkan dari grafiknya untuk gempabumi susulan Ulaweng dan Pinrang masih menunjukkan kesamaan dengan tiep grafik yang pertama yaitu didahului adanya gempa utama dahulu baru adanya gempa – gempa susulan dan lambat laun menurut yang bersamaan dengan waktunya.
Adapun dari perhitungan – pehitungannya menunjukkan bahwan dari hasil perhitungan untuk kedua gempabumi tersebut menunjukkan perbedaan dimana untuk gempabumi Ulaweng cenderung untuk Mogi 2 , sedangkan untuk gempa Pinrang lebih cocok ke Mogi 1. Dengan demikian untuk prediksi gempabumi daerah Ulaweng , maka gempanya akan berakhir lebih dari 100 hari sedangkan untuk gempabumi Pinrang kurang dari 100 hari.

SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Simpulan

Dari hasil proses pengolahan , analisa dan perhitungan yang telah dilakukan untuk distribusi gempabumi susulan dan frekwensi gempabumi susulan terhadap waktu didaerah Sulawesi Selatan dan sekitarnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.Dari grafik gempa susulan dapat diketahui tipe gempa di Sulawesi Selatan termasuk gempabumi tipe pertama menurut Mogi
2.Metode Mogi 2 sesuai untuk daerah Ulaweng dan sekitarnya karena nilai untuk n(t) = 1 diperoleh pada hari ke 209
3.Metode Mogi 1 sesuai untuk daerah Pinrangg dan sekitarnya karena nilai untuk n(t) = 1 diperoleh pada hari ke 53

V. 2. S A R A N

1.Dalam memberi peringatan kepada masyarakat hendaknya mengunakan perhitungan dengan metode Mogi 1 dan Mogi 2 karena kedua rumus tersebut saling berhubungan tergantung dari tipe gempa dan struktur batuannya.
2.Untuk masyarakat Ulaweng dan Pinrang agar selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempabumi berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar